Kamis, 28 Februari 2013

Bayar Pajak STNK 30 Menit

Bayar Pajak STNK 30 Menit Selesai Balikpapan
Sumber fhoto stockvault.net
Bismillah.

Kali ini saya akan sedikit berbagi tips & trik kepada kawan-kawan, tentang bagaimana caranya membayar pajak STNK tahunan yang cepat, efisien, hemat dan tanpa melalui perantara(calo) tentunya. Karena posting ini hanya berdasarkan pengalaman pribadi saja, maka tulisan ini hanya seputar apa yang saya alami ketika mengurus pajak STNK beberapa waktu lalu, dan terkhusus untuk daerah Balikpapan saja. Adapun daerah luar Balikpapan, kawan-kawan sesuaikan saja dengan kondisi di lapangan.

Adapun berkas yang diperlukan untuk perpanjangan pajak STNK tahunan adalah sebagai berikut :
  1. Fotokopi STNK yang lama @1 lbr (bolak-balik),
  2. Fotokopi KTP @1 lbr (Harus sesuai dengan yang tertera di STNK),
  3. KTP & STNK asli (Dibawa saja untuk jaga-jaga).
Jika semuanya sudah disiapkan, langkah berikutnya adalah berangkat langsung ke tempat pembayaran pajak STNK di samping kantor Jamsostek atau dekat dengan hotel Le Grendeur . Saya menyebut tempatnya dengan nama Drivethru. Walaupun bangunannya berukuran kecil, namun cukup jelas terlihat karena berada di tengah-tengah persimpangan tiga. Luasnya kira-kira hanya 3x5 m saja.

Bayar Pajak STNK 30 Menit Selesai Balikpapan
Peta Lokasi
Kawan-kawan harus datang sebelum jam 8:30 ke Drivethru. Kenapa demikian, karena disinilah tips & trik nya agar prosesnya cepat, efisien, dan hemat. Jika kawan-kawan mengurus pajak STNK di kantor Samsat maka akan membutuhkan waktu yang lama, dikarenakan banyaknya proses yang harus di jalani disetiap loket. Belum lagi waktu tunggu antrian dan proses disetiap loket. Adapun di Drivethru hanya membutuhkan waktu kurang dari 10 menit untuk proses pada 2 loket yang tersedia. Yang membuat lama adalah panjangnya antrian, maka dari itu saya sarankan datang pagi-pagi sebelum orang-orang ramai untuk mengurus STNK juga. Sebagai gambaran, ketika mengurus beberapa waktu yang lalu. Saya berada dibelakang 6 orang (jika tidak salah ingat), jadi waktu total antri dan proses diloket kurang dari 30 menitJika kawan-kawan telah mengikuti Tips & Trik yang saya berikan, Insya Alloh dalam mengurus pajak STNK tidak akan memakan waktu yang lama.

Sebagai penutup, saya ingatkan kembali kepada kawan-kawan yang memiliki kendaraan untuk men-chek masa berlaku STNK nya. Jika segera berakhir atau telah habis masa berlakunya segeralah memperpanjang STNK, dari pada ditilang. Hehe. .

 Demikian posting kali ini semoga bermanfaat.

Oleh : Darus Attalaki
Blog : darustelake.blogspot.com



Rabu, 27 Februari 2013

Makna Salaf dan Salafi

Makna Salaf dan Salafi
Sumber fhoto stockvault.net.
Assalamu ‘alaikum ustadz. Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan kepada ustadz, karena ada yang kurang jelas.
  1. Apa makna Salaf, Salafi, atau Salafiyyun?
  1. Ada buku yang pernah saya baca, dikatakan bahwa salaf itu berpegang teguh pada Sunnah Rasulullah, akan tetapi ada beberapa orang yg saya kenal bermanhaj salaf tapi mereka mudah sekali untuk menyalahkan atau mengatakan bahwa ini bid’ah atau sesat, mereka juga jarang senyum. Padahal kalau yang saya baca Rasulullah itu murah senyum. Bagaimana memaknai salaf dalam hal ini?
Maaf jika pertanyaan saya ada yg tidak berkenan di hati. Saya bertanya karena saya baru kenal dengan manhaj Salaf.

Ahmad Iqbal
Alamat: Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
Email: ahmad.ixxxx@gmail.com

Al Akh Yulian Purnama menjawab:
Salaf secara bahasa arab artinya ‘setiap amalan shalih yang telah lalu; segala sesuatu yang terdahulu; setiap orang yang telah mendahuluimu, yaitu nenek moyang atau kerabat’ (Lihat Qomus Al Muhith, Fairuz Abadi). Secara istilah, yang dimaksud salaf adalah 3 generasi awal umat Islam yang merupakan generasi terbaik, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, Sebaik-baik umat adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya” (HR. Bukhari-Muslim)

Tiga generasi yang dimaksud adalah generasi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabat, generasi tabi’in dan generasi tabi’ut tabi’in. Sering disebut juga generasi Salafus Shalih. Tidak ada yang meragukan bahwa merekalah orang-orang yang paling memahami Islam yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Maka bila kita ingin memahami Islam dengan benar, tentunya kita merujuk pada pemahaman orang-orang yang ada pada 3 generasi tersebut. Seorang sahabat yang mulia, Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata, “Seseorang yang mencari teladan, hendaknya ia meneladani para sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam karena mereka adalah orang-orang yang paling mulia hatinya, paling mendalam ilmunya, paling sedikit takalluf-nya, paling benar bimbingannya, paling baik keadaannya, mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi sahabat Nabi-Nya, dan untuk menegakkan agamanya. Kenalilah keutamaan mereka. Ikutilah jalan hidup mereka karena sungguh mereka berada pada jalan yang lurus.” (Lihat Limaadza Ikhtartu Al Manhaj As Salafi Faqot, Salim bin ‘Ied Al Hilaly)

Kemudian dalam bahasa arab, ada yang dinamakan dengan isim nisbah, yaitu isim (kata benda) yang ditambahkan huruf ‘ya’ yang di-tasydid dan di-kasroh, untuk menunjukkan penisbatan (penyandaran) terhadap suku, negara asal, suatu ajaran agama, hasil produksi atau sebuah sifat (Lihat Mulakhos Qowaid Al Lughoh Ar Rabiyyah, Fuad Ni’mah). Misalnya yang sering kita dengar seperti ulama hadits terkemuka Al-Bukhari, yang merupakan nisbah kepada kota Bukhara (nama kota di Uzbekistan) karena Imam Al-Bukhari memang berasal dari sana. Ada juga yang menggunakan istilah Al-Hanafi, berarti menisbahkan diri pada madzhab Hanafi. Maka dari sini dapat dipahami bahwa Salafi maksudnya adalah orang-orang yang menisbatkan (menyandarkan) diri kepada generasi Salafus Shalih. Atau dengan kata lain “Salafi adalah mengikuti pemahaman dan cara beragama para sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka”. (Lihat Kun Salafiyyan ‘Alal Jaddah, hal. 10)

Sehingga dengan penjelasan ini jelaslah bahwa orang yang beragama dengan mengambil sumber ajaran Islam dari 3 generasi awal umat Islam tadi, DENGAN SENDIRINYA ia seorang Salafi. Tanpa harus mendaftar, tanpa berbai’at, tanpa iuran anggota, tanpa kartu anggota, tanpa harus ikut pengajian tertentu, tanpa harus mengaji pada ustadz tertentu dan tanpa harus memakai busana khas tertentu. Maka Anda yang sedang membaca artikel ini pun seorang Salafi bila anda selama ini mencontoh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabatnya dalam beragama.

Jika pembaca sekalian memahami penjelasan di atas, maka seharusnya telah jelas bahwa dakwah salafiyyah adalah Islam itu sendiri. Dakwah Salafiyyah adalah Islam yang hakiki. Mengapa? Karena dari manakah kita mengambil sumber pemahaman Al Qur’an dan hadits selain dari para sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam? Apakah ada sumber lain yang lebih terpercaya? Apakah Islam dipahami dengan selera dan pemahaman masing-masing orang? Bahkan jika seseorang dalam memahami Al Qur’an dan hadits mengambil sumber dari yang lain, maka dapat dipastikan ia telah mengambil jalan yang salah. Syaikh Salim Bin ‘Ied Al Hilaly setelah menjelaskan surat An Nisa ayat 115 berkata, “Dengan ayat ini jelaslah bahwa mengikuti jalan kaum mu’minin adalah jalan keselamatan. Dan ayat ini dalil bahwa pemahaman para sahabat mengenai agama Islam adalah hujjah terhadap pemahaman yang lain. Orang yang mengambil pemahaman selain pemahaman para sahabat, berarti ia telah mengalami penyimpangan, menapaki jalan yang sempit lagi menyengsarakan, dan cukup baginya neraka Jahannam yang merupakan seburuk-buruk tempat tinggal.” (Lihat Limaadza Ikhtartu Al Manhaj As Salafi Faqot, Salim bin ‘Ied Al Hilaly)

Salah Kaprah Tentang Salafi
Di tengah masyarakat, banyak sekali beredar syubhat (kerancuan) dan kalimat-kalimat miring tentang Salafi. Dan ini tidak lepas dari dua kemungkinan. Sebagaimana dijelaskan Syaikh ‘Ubaid bin Sulaiman Al Jabiri ketika ditanya tentang sebuah syubhat, “Kerancuan tentang Salafi yang berkembang di masyarakat ini tidak lepas dari 2 kemungkinan: Disebabkan ketidak-pahaman atau disebabkan adanya i’tikad yang buruk. Jika karena tidak paham, maka perkaranya mudah. Karena seseorang yang tidak paham namun i’tikad baik, jika dijelaskan padanya kebenaran ia akan menerima, jika telah jelas baginya kebenaran dengan dalilnya, ia akan menerima. Adapun kemungkinan yang kedua, pada hakikatnya ini disebabkan oleh fanatik golongan dan taklid buta, -dan ini yang lebih banyak terjadi- dari orang-orang ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu) dan pelaku bid’ah yang mereka memandang bahwa manhaj salaf akan membuka tabir penyimpangan mereka.” (Ushul Wa Qowa’id Fii Manhajis Salafi, Syaikh ‘Ubaid bin Sulaiman Al Jabiri )

Dalam kesempatan kali ini akan kita bahas beberapa kerancuan tersebut.

1. Salafi Bukanlah Sekte, Aliran, Partai atau Organisasi Massa
Sebagian orang mengira Salafi adalah sebuah sekte, aliran sebagaimana Jama’ah Tabligh, Ahmadiyah, Naqsabandiyah, LDII, dll. Atau sebuah organisasi massa sebagaimana NU, Muhammadiyah, PERSIS, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, dll. Ini adalah salah kaprah. Salafi bukanlah sekte, aliran, partai atau organisasi massa, namun salafi adalah manhaj (metode beragama), sehingga semua orang di seluruh pelosok dunia di manapun dan kapanpun adalah seorang salafi jika ia beragama Islam dengan manhaj salaf tanpa dibatasi keanggotaan.

Sebagian orang juga mengira dakwah Salafiyyah adalah gerakan yang dicetuskan dan didirikan oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab. Ini pun kesalahan besar! Dijelaskan oleh Syaikh ‘Ubaid yang ringkasnya, “Dakwah salafiyyah tidak didirikan oleh seorang manusia pun. Bukan oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab bersama saudaranya Imam Muhammad Bin Su’ud, tidak juga oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya, bukan pula oleh Imam Mazhab yang empat, bukan pula oleh salah seorang Tabi’in, bukan pula oleh sahabat, bukan pula oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, dan bukan didirikan oleh seorang Nabi pun. Melainkan dakwah Salafiyah ini didirikan oleh Allah Ta’ala. Karena para Nabi dan orang sesudah mereka menyampaikan syariat yang berasal dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, tidak ada yang dapat dijadikan rujukan melainkan nash dan ijma” (Lihat Ushul Wa Qowaid Fii Manhajis Salaf)

Oleh karena itu, dalam dakwah salafiyyah tidak ada ketua umum Salafi, Salafi Cabang Jogja, Salafi Daerah, Tata tertib Salafi, AD ART Salafi, Alur Kaderisasi Salafi, dan tidak ada muassis (tokoh pendiri) Salafi. Tidak ada pendiri Salafi melainkan Allah dan Rasul-Nya, tidak ada AD-ART Salafi melainkan Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman para sahabat.

2. Salafi Gemar Mengkafirkan dan Membid’ahkan?
Musuh utama seorang muslim adalah kekufuran dan kesyirikan, karena tujuan Allah menciptakan makhluk-Nya agar makhluk-Nya hanya menyembah Allah semata. Allah Ta’ala berfirman, Sungguh kesyirikan adalah kezaliman yang paling besar” [QS. Luqman: 13]. Setelah itu, musuh kedua terbesar seorang muslim adalah perkara baru dalam agama, disebut juga bid’ah. Karena jika orang dibiarkan membuat perkara baru dalam beragama, akan hancurlah Islam karena adanya peraturan, ketentuan, ritual baru yang dibuat oleh orang-orang belakangan. Padahal Islam telah sempurna tidak butuh penambahan dan pengurangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim)

Maka tentu tidak bisa disalahkan ketika ada da’i yang secara intens mendakwahkan tentang bahaya syirik dan bid’ah, mengenalkan bentuk-bentuk kesyirikan dan kebid’ahan agar umat terhindar darinya. Bahkan inilah bentuk sayang dan perhatian terhadap umat.
Kemudian, para ulama melarang umat Islam untuk sembarang memvonis bid’ah, sesat apalagi kafir kepada individu tertentu. Karena vonis yang demikian bukanlah perkara remeh. Diperlukan timbangan Al Qur’an dan As Sunnah serta memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh para ulama dalam hal ini. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata, “Dalil-dalil terkadang menunjukkan bahwa perbuatan tertentu adalah perbuatan kufur, atau perkataan tertentu adalah perkataan kufur. Namun di sana terdapat faktor yang membuat kita tidak memberikan vonis kafir kepada individu tertentu (yang melakukannya). Faktornya banyak, misalnya karena ia tidak tahu, atau karena ia dikalahkan oleh orang kafir dalam perang.” (Lihat Fitnah At Takfir, Muhammad Nashiruddin Al Albani)

Dari sini jelaslah bahwa menjelaskan perbuatan tertentu adalah perbuatan kufur bukan berarti memvonis semua pelakunya itu per individu pasti kafir. Begitu juga menjelaskan kepada masyarakat bahwa perbuatan tertentu adalah perbuatan bid’ah bukan berarti memvonis pelakunya pasti ahlul bid’ah. Syaikh Abdul Latif Alu Syaikh menjelaskan: “Ancaman (dalam dalil-dalil) yang diberikan terhadap perbuatan dosa besar terkadang tidak bisa menyebabkan pelakunya per individu terkena ancaman tersebut” (Lihat Ushul Wa Dhawabith Fi At Takfir, Syaikh Abdul Latif bin Abdurrahman Alu Syaikh).

Bahkan Salafiyyin berada dibarisan terdepan dalam membantah paham takfir, yaitu gemar mengkafirkan secara serampangan.

3. Salafi Memecah-Belah Ummat?
Untuk menjelaskan permasalahan ini, perlu pembaca ketahui tentang 3 hal pokok. Pertama, perpecahan umat adalah sesuatu yang tercela. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya, Berpegang teguhlah pada tali Allah dan jangan berpecah-belah” (QS. Al-Imran: 103). Kedua, perpecahan umat adalah suatu hal yang memang dipastikan terjadi dan bahkan sudah terjadi. Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, Umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Maka kami-pun bertanya, siapakah yang satu itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu orang-orang yang berada pada jalanku dan jalannya para sahabatku di hari ini” [HR. Tirmidzi]. Ketiga, persatuan Islam bukanlah semata-mata persatuan badan, kumpul bersama, dengan keadaan aqidah yang berbeda-beda. Mentoleransi segala bentuk penyimpangan, yang penting masih mengaku Islam. Bukan itu persatuan Islam yang diharapkan. Perhatikan baik-baik hadits tadi, saat umat Islam berpecah belah seolah-olah Rasulullah memerintahkan untuk bersatu pada satu jalan, yaitu jalan yang ditempuh oleh para sahabat, inilah manhaj salaf.
Sehingga ketika ada seorang yang menjelaskan kesalahan-kesalahan dalam beragama yang dianut sebagian kelompok, aliran, partai atau ormas Islam, bukanlah upaya untuk memecah belah ummat. Melainkan sebuah upaya untuk mengajak ummat BERSATU di satu jalan yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tersebut. Bahkan adanya bermacam aliran, sekte, partai dan ormas Islam itulah yang menyebabkan perpecahan ummat. Karena mereka tentu akan loyal kepada tokoh-tokoh mereka masing-masing, loyal kepada peraturan mereka masing-masing, loyal kepada tradisi mereka masing-masing, bukan loyal kepada Islam!!

Selain itu, jika ada saudara kita yang terjerumus dalam kesalahan, siapa lagi yang hendak mengoreksi kalau bukan kita sesama muslim? Tidak akan kita temukan orang kuffar yang melakukannya. Dan bukankah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: Agama adalah nasehat” (HR. Muslim). Dan jika koreksi itu benar, bukankah wajib menerimanya dan menghempas jauh kesombongan? Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim)

4. Salafi Kasar dan Berakhlak Buruk
Manhaj salaf mengajarkan bahwa setiap muslim wajib berakhlak mulia. Akhlaq mulia yang paling utama adalah terhadap Allah Ta’ala. Yaitu dengan menyembah Allah semata dan tidak berbuat kesyirikan serta menjalani apa yang Ia perintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. Kemudian berakhlak mulia terhadap makhluk Allah. Inilah yang dimaksud dalam hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid, 24/333. Di shahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 45 ).

Manhaj salaf menghasung ummat agar bergaul dan bermuamalah dengan akhlak mulia. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada. Dan kerjakan banyak kebaikan setelah engkau terjerumus dalam keburukan hingga terhapus dosamu. Dan bergaullah terhadap manusia dengan akhlak yang baik” (HR. Tirmidzi, ia berkata: ‘Hadits in hasan’)
Maka setiap muslim, lebih lagi yang bersemangat untuk berpegang teguh dengan manhaj salaf, selayaknya berakhlak dengan akhlak yang mulia.

Oleh karena itu, jika ada sebagian orang yang mengaku berpegang pada manhaj salaf namun belum berakhlak yang baik, tentu ini tidak dapat menjadi justifikasi terhadap manhaj salaf. Karena manhaj salaf justru mengajarkan sebaliknya. Dan kita perlu menyadari bahwa tidak mungkin kita menuntut semua orang yang berpegang pada manhaj salaf harus bebas dari kesalahan dan dosa. Setiap kita pasti bisa salah dan lupa. Bisa jadi karena kejahilan ataupun karena doronganhawa nafsu sehingga manusia belum dapat berakhlak yang baik. Semoga Allah menolong kita agar dapat memupuk akhlak yang mulia dalam diri kita. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun pernah berdoa:
Ya Allah, sebagaimana engkau baguskan rupaku maka baguskanlah akhlakku” (HR. Al Baihaqi dalam Da’awaat Al Kabir, 2/82. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 2657)

Nasihat Untuk Ummat
Terakhir, agama adalah nasehat. Maka penulis menasehati diri sendiri dan kaum muslimin sekalian untuk menjadi Salafi. Bagaimana caranya? Menjadi seorang Salafi adalah dengan menjalankan Islam sesuai dengan apa yang telah dituntunkan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan dipahami oleh generasi Salafus Shalih. Dan wajib hukumnya bagi setiap muslim untuk ber-Islam dengan manhaj salaf. Ibnul Qayyim Al Jauziyyah berkata: “Para sahabat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam semua diampuni oleh Allah. Wajib mengikuti metode beragama para sahabat, perkataan mereka dan aqidah mereka sebenar-benarnya” (I’lamul muwaqqi’in, (120/4), dinukil dari Kun Salafiyyan ‘Alal Jaddah, Abdussalam Bin Salim As Suhaimi)

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menunjukkan kita kepada jalan yang lurus, yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang diberikan ni’mat, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan orang-orang tersesat.
Penulis : Yulian Purnama
Sumber : 
ustadzkholid.com



Sahabat dan Tabi’in Berargumentasi Dengan Manhaj Salaf


Sahabat dan Tabi’in Berargumentasi Dengan Manhaj Salaf
Sumber Fhoto stockvault.net
[1]. Abdullah bin Mas’ud

Dari Amru bin Salamah beliau berkata : Kami duduk-duduk di depan rumah Abdullah bin Mas’ud sebelum Dzuhur lalu jika beliau keluar kami akan berjalan bersamanya ke masjid, lalu datanglah Abu Musa Al-Atsary dan berkata : “Apakah Abu Abdurrahman telah menemui kalian ?”

Kami jawab : Belum.

Lalu beliau duduk bersama kami sampai Abdullah bin Mas’ud keluar, ketika beliau keluar kami semua menemuinya kemudian berkata Abu Musa kepadanya : “Wahai Abu Abdurrahman saya telah melihat di masjid tadi satu hal yang saya anggap mungkar dan saya tidak memandangnya -
Alhamudlillah- kecuali kebaikan.

Beliau bertanya : “Apa itu ?”

Dijawab : “Jika engkau hidup niscaya akan melihatnya, aku telah melihat di masjid suatu kaum berhalaqah, duduk-duduk menanti shalat pada setiap halaqah ada seorang yang memimpin dan ditangan-tangan mereka ada batu kerikil, lalu berkata (yang memimpin) : “Bertakbirlah seratus kali dan mereka bertakbir seratus kali dan berkata ” “bertasbihlah seratus kali dan mereka bertasbih seratus kali”.

Berkata Abdullah bin Mas’ud : “Apa yang engkau katakan kepada mereka”
Abu Musa menjawab : “Saya tidak mengatakan sesuatupun pada mereka menunggu perintahmu.

Berkata Abdullah bin Mas’ud : “Mengapa tidak kamu perintahkan mereka untuk menghitung kejelekan mereka[1] dan aku menjamin mereka tidak ada kebaikan mereka yang disia-siakan”.
Kemudian beliau berjalan dan kami berjalan bersamanya sampai beliau mendatangi satu halaqah dari pada halaqah-halaqah tersebut dan menghadap mereka lalu berkata : “Apa ini yang kalian lakukan ?!”

Mereka menjawab : “Wahai Abu Abdirrahman, batu kerikil yang kami pakai untuk menghitung tahlil dan tasbih”.

Berkata Ibnu Mas’ud : “Dan aku menjamin tidak akan ada satupun kebaikan kalian yang tersia-siakan, celakalah kalian wahai umat Muhammad, alangkah cepatnya kebinasaan kalian, mereka sahabat-sahabat nabi masih banyak hidup dan ini pakaiannya belum rusak dan bejananya belum hancur dan demi dzat yang jiwaku di tangannya sesungguhnya kalian berada di atas agama yang lebih baik dari agama Muhammad atau kalian pembuka pintu kesesatan”.

Mereka berkata : “Demi Allah wahai Abu Abdurrahman, kami tidak menginginkan kecuali kebaikan, lalu beliau berkata : “Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tidak mendapatkannya: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya ada kaum yang membaca Al-Qur’an tidak melebihi tenggorokkannya [2] dan demi Allah saya rasa tampaknya kebanyakan mereka adalah dari kalian.

Kemudian beliau meninggalkan mereka. Amru bin Salamah berkata : “Aku telah melihat mayoritas halaqah-halaqah tersebut memerangi kami pada perang Nahrawan bersama Khawarij” [3]

Disini Abdullah bin Mas’ud telah beragumentasi kepada cikal bakal Khawarij dengan keberadaaan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diantara mereka dan mereka tidak melaksanakan pekerjaan tersebut, sebab seandainya hal itu merupakan kebaikan sebagaimana yang mereka sangka tentu sahabat-sahabat nabi telah mendahului mereka untuk melakukannya, maka itu merupakan kesesatan. Maka seandainya manhaj sahabat bukanlah hujjah atas orang setelah mereka maka tentu mereka berkata kepada Abdullah bin Mas’ud : “Kalian rijal dan kami rijal”.

[2]. Beliaupun berkata :
Barangsiapa yang mencontoh maka contohlah sahabat-sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mereka adalah orang-orang dari umat ini yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling tidak macam-macam, paling baik contoh teladannya dan paling bagus keadaannya, mereka adalah suatu kaum yang dipilih oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menemani NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk menegakkan agamaNya, maka akuilah keutamaan mereka dan ikutilah jejak langkah mereka karena mereka telah berada diatas petunjuk yang lurus.


[3]. Abdullah bin Abbas.

Ketika muncul kelompok Haruriyah (Khawarij) [4] mereka memisahkan diri di suatu perkampungan, mereka berjumlah 6000 orang dan bersepakat untuk menyempal (memberontak) dari Ali
Radhiyallahu anhu. Orang-orang selalu mendatangi Ali Radhiyallahu ‘anhu dan berkata : Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya kaum tersebut akan memberontak kepadamu. Lalu beliau menjawab : Biarkan mereka karena saya tidak akan memerangi mereka sampai mereka memerangi saya dan mereka akan melakukannya. [5]

Pada suatu hari saya (Ibnu Abbas) mendatanginya sebelum shalat dzuhur dan aku berkata kepada Ali Radhiyallahu ‘anhu : Wahai Amirul Mukminin akhirkan shalat agar saya dapat mengajak bicara mereka.

Beliau berkata : Saya mengkhawatirkan mereka mencelakai kamu.

Saya menjawab : Tidak akan, karena saya seorang yang berakhlak baik dan tidak pernah menyakiti seorangpun.
Lalu beliau mengizinkan saya, maka saya mengenakan pakaian yang paling bagus dari pakaian Yaman dan menyisir rambut saya kemudian aku menemui mereka di perkampungan mereka di tengah hari sedang mereka sedang makan, lalu saya menemui satu kaum yang saya tidak pernah menemukan kaum yang lebih bersungguh-sungguh (dalam ibadah) dari mereka, dahi-dahi mereka hhitam dari sujud, tangan-tangan mereka kasar seperti kasarnya unta dan mereka mengenakan gamis-gamis yang murah dan tersingkap serta wajah-wajah mereka pucat menguning.

Lalu saya memberi salam kepada mereka dan mereka menjawab : Selamat datang wahai Ibnu Abbas pakaian apa yang engkau pakai ini ?!

Saya menjawab : Apa yang kalian cela dariku ? Sunnguh saya telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bagus sekali ketika mengenakan pakaian Yaman, kemudian membacakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Artinya : Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkanNya untuk hamba-hambanNya dan (siapa pulakah yang menharamkan) rezki yang baik” [Al-A'raaf : 32]

Lalu mereka berkata : Apa maksud kedatangan engkau ?

Saya katakan pada mereka : Saya mendatangi kalian sebagai utusan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Muhajirin dan Anshar dan dari sepupu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menantunya sedangkan Al-Qur’an turun pada mereka sehingga mereka lebih mengetahui terhadap ta’wilnya dari kalian dan tidak ada di kalangan kalian seorangpun dari mereka ; sungguh saya akan menyampaikan kepada kalian apa yang mereka sampaikan dan saya akan sampaikan kepada mereka apa yang kalian sampaikan.

Lalu berkata sekelompok dari mereka : Janganlah kalian berdebat dengan orang Quraisy karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Artinya :Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar” [Az-Zukhruf : 58]
Kemudian bangkit kepadaku sebagian dari mereka dan berkata dua atau tiga orang : Sungguh kami akan mengajak bicara dia.

Saya berkata : Silahkan, apa dendam kalian terhadap para sahabat Rasulullah dan sepupunya ? mereka menjawab : Tiga.

Saya katakan : Apa itu ?

Mereka mengatakan : Yang pertama karena dia berhukum kepada orang dalam perkara Allah Subhanahu wa Ta’ala sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
Artinya : Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah…” [Al-An'am : 57]

Saya katakan : Ini satu.

Mereka berkata lagi : Yang kedua karena dia berperang dan tidak menawan dan merampas harta (yang diperangi), kalau mereka kaum kafir maka halal menawannya dan kalau mereka kaum mu’minin maka tidak boleh menawan mereka dan tidak pula memerangi mereka [6]

Saya katakan : Ini yang kedua dan apa yang ketiga ?

Mereka berkata : Dia menghapus gelar Amirul Mu’minin dari dirinya, maka jika dia bukan Amirul Mu’minin, dia Amirul Kafirin.

Saya katakan : Apakah masih ada pada kalian selain ini ?

Mereka menjawab : Ini sudah cukup

Saya katakan kepada mereka : Bagaimana pendapat kalian kalau saya bacakan kepada kalian bantahan atas pendapat kalian dari Kitabullah dan Sunnah NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah kalian mau kembali ?

Mereka menjawab : Ya.
Saya katakan : Adapun pendapat kalian bahwa dia (Ali) berhukum kepada orang (manusia) dalam perkara Allah maka saya bacakan kepada kalian ayat dalam kitabullah dimana Allah menjadikan hukumnya kepada manusia dalam menentukan harga 1/4 dirham, lalu Allah memerintahkan mereka untuk berhukum kepadanya. Apa pendapatmu tentang firman Allah :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil diantara kamu” [Al-Maa'idah : 95]
Dan hukum Allah diserahkan kepada orang (manusia) yang menghukum dalam perkara tersebut, dan kalau Allah kehendaki maka dia menghukumnya sendiri, kalau begitu tidak mengapa seseorang berhukum kepada manusia, demi Allah Subhanahu wa Ta’ala apakah berhukum kepada manusia dalam masalah perdamaian dan pencegahan pertumpahan darah lebih utama ataukah dalam perkara kelinci ? mereka menjawab : Tentu hal itu lebih utama. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang seorang wanita dan suaminya.
Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimkanlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan” [An-Nisaa' : 35]
Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala apakah berhukum kepada manusia dalam perdamaian dan mencegah pertumpahan darah lebih utama dari berhukum kepada manusia dalam permasalahan wanita ?! Apakah saya telah menjawab hal itu ?

Mereka berkata : Ya

Saya katakan : Pendapat kalian : “Dia berperang akan tetapi tidak menawan dan merampas harta perang”. Apakah kalian ingin menawan ibu kalian Aisyah yang kalian menghalalkannya seperti kalian menghalalkan selainnya, sedangkan beliau adalah ibu kalian ? Jika kalian menjawab : Kami menghalalkannya seperti kami menghalalkan selainnya maka kalian telah kafir dan jika kalian menjawab : Dia bukan ibu kami maka kalian telah kafir, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
Artinya :Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka” [Al-Ahzab : 6]
Maka kalian berada di dua kesesatan, silakan beri jalan keluar ; Apakah saya telah menjawabnya ?

Mereka berkata : Ya.

Sedangkan masalah dia (Ali Radhiyallahu ‘ahu) telah menghapus gelar Amirul Mukminin dari dirinya, maka saya akan datangkan kepada kalian apa yang membuat kalian ridha, yaitu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari perjanjanjian Hudaibiyah berdamai dengan kaum musyrikin, lalu berkata kepada Ali : Hapuslah wahai Ali (tulisan) Allahumma Inaaka Ta’alam Ani Rasulullah (wahai Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku adalah Rasulullah) dan tulislah (kalimat) Hadza ma Shalaha Alaihi Muhammad bin Abdillah (ini adalah perjanjian yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdillah)[7] Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih baik dari Ali dan beliau menghapus (gelar kerasulannya) dari dirinya dan tidaklah penghapusan tersebut berarti penghapusan kenabian dari dirinya. Apakah aku telah menjawbnya ?

Mereka berkata : Ya

Kemudian kembalilah dari mereka dua ribu orang dan sisanya memberontak dan berperang diatas kesesatan mereka lalu mereka diperangi oleh kaum Muhajirin dan Anshar.[8]

Disini Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu berargumentasi (berhujjah) dengan manhaj sahabat dalam menghadapi kaum Khawarij, karena Al-Qur’an turun kepada mereka, maka mereka adalah orang yang paling mengetahui tafsirnya dan mereka menemani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga menjadi orang yang paling mengikuti jalan beliau. Jawaban Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu terhadap syubhat-syubhat Khawarij dan penjelasan beliau sisi kebenaran dari kebathilan adalah dalil ilmiyah atas do’a yang telah saya kemukakan dari pengambilan hujjah (argumentasi) dengan manhaj sahabat.

[4]. Al-Uzaa’iy Rahimahullah berkata : Sabarkan (tetapkan) dirimu diatas Sunnah, berhentilah dimana kaum (para sahabat) berhenti, katakanlah apa yang mereka katakan dan diamlah terhadap yang telah mereka diamkan serta berjalanlah di jalan As-Salaf Ash-Shalih, karena mereka mencukupkan kamu apa yang telah mencukupkan mereka. [9]

[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]
__________
Foote Note.
[1]. Agar mereka meminta ampunan darinya, karena barangsiapa yang menghitung kejelekannya maka akan mendorongnya untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
[2]. Hadits ini memiliki jalan lain dari Abdillah bin Mas’ud dikeluarkan oleh Ahmad 1/404 dengan sanad yang baik. Dan demikian juga diriwayatkan dari sejumlah sahabat.
[3]. Lihat Takhrij dan fiqih perdebatan ini dalam kitab saya ”
Al-Bid’ah wa Atsaruha Asayi’ fi Al-Ummah hal, 29-33, cetakan ketiga.
[4]. Nisbat kepada Harura’ yaitu sebuah desa berjarak dua mil dari Kuffah, dia menjadi tempat pertama berkumpulnya kaum Khawarij yang menyelisihi Ali bin Abi Thalib, lalu dinisbatkan kepadanya. Lihat
Mu’jam Al-Buldan 3/345 dan Allubaab fi Tahdzibil Ansaab 1/359
[5]. Sebagai pembenaran terhadap khabar Rasulullah tentang mereka.
[6]. Demikianlah hukum terhadap kelompok pembangkan : wanita-wanita mereka tidak ditawan dan tidak dibagi-bagikan fa’inya, tidak dibunuh orang-orang yang luka dari mereka dan tidak dikejar orang-orang yang lari serta tidak dimulai memeranginya sebelum mereka melakukannya.
[7]. Dan hadits ini memiliki syahid dan hadits Bara’ bin Aaziib dikeluarkan oleh Bukhariy 5/303-304 (fath) dan Muslim 12/134-138 (Nawawiy) dan syahid dari hadits Anas dikeluarkan oleh Muslim 12/138-139 (Nawawiy).
[8]. Shahih, lihat takhrijnya dalam kitab :
Munaadzaraatussalaf Ma’a Hizbi Iblis wa Afrokhil Kholaf, hal.95 penerbit Dar Ibnil Jauziy, Damam
[9]. Al-Aajuriy dalam
Asy-yariat, hal 58



Senin, 25 Februari 2013

Telake, Rindu yang Dalam untuk Desaku

Bismillah.

Mungkin ada yang bertanya “kenapa ya blog ini namanya darustelake.blogspot.com?”. Nah, Insya Alloh dengan membaca posting-an kali ini, kawan-kawan akan mendapatkan jawabannya.

Telake, sebuah desa yang membuat saya rindu akan masa kecil dahulu. Disinilah hidup di dunia ini saya mulai. Banyak kenangan yang masih saya ingat hingga saat ini. Terlahir di desa ini memberikan kebahagian tersendiri, yang terkadang timbul kesan rindu yang dalam ketika mengingat masa kecil dahulu.

Telake, Rindu yang Dalam untuk Desaku
Rumah orangtua di Telake yang rusak.
Salah satu hal yang sangat menggembirakan adalah saat saya berhasil memanjat pohon kelapa, padahal saat itu saya belum kelas 3 SD. Boleh dibilang hal ini merupakan standar skill seorang laki-laki yang harus dimiliki penduduk didaerah ini, mengingat salah satu penghasilan terbesar daerah ini adalah perkebunan kelapa. Waktu itu Ambo' (panggilan seorang ayah) rahimahulloh mengajari saya membaca Alqur'an dengan menggunakan metode buku iqro. Lembar demi lembar terus dibaca namun tak kunjung disudahi oleh Ambo'. Padahal biasanya jika saya belajar pada guru-guru lain hanya setengah lembar. Bibir saya mulai berat mengucapkan huruf demi huruf, mata saya mulai berkaca-kaca dan akhirnya saya menangis. Kemudian memanjat dan ngambek di atas pohon kelapa. Benar-benar skill yang berguna ya kawan?

Di desa ini pula saya mulai bersekolah. Walaupun desa ini cukup jauh dari daerah perkotaan, namun pendidikan tetap ada pada waktu itu. SD Negeri 2 Sebakung, di sekolah inilah saya mulai mengenyam pendidikan resmi selama 2 tahun, hingga saat kenaikan kelas III harus ikut orangtua pindah ke kota Balikpapan. Sekolah ini cukup jauh dari rumah untuk ukuran saat itu, karena setiap hari harus menggunakan perahu untuk menuju ke sekolah. Saya merindukan masa-masa itu, dimana arus sungai tidak membuat saya patah semangat untuk menuntut ilmu, dan mendayung perahu suatu hal yang indah untuk saya kenang saat ini.

Masjid di Telake, Kabupaten Paser, Kaltim
Masjid di Telake
Masih banyak kenangan yang tidak bisa saya lupakan. Saat shalat Jum'at pertama kali, bermain perahu-perahu kecil di sungai, asiknya memancing ikan-ikan, lelahnya membuat sapu lidi, ketelitian saat menangkap udang di kali, cerianya main batu lele', berenang di sungai, cepat-cepatan bangun pagi untuk mencari mangga jatuh, serunya main asen (grobak sodor), petak umpet, podok-pondokan, lempar tanah, sentokan, gasing kelapa, tangkap capung dengan getah nangka dan kenangan-kenangan yang lainya. Dan di antara itu semua hal yang paling ingin saya nikmati saat ini adalah makan ikan Lappuso. Ikan ini benar-benar enak menurut saya, dahulu sering saya memancingnya. Dan kurang dari 15 tahun saya tinggal di Balikpapan belum pernah sekalipun saya melihat ikan ini, apalagi menikmatinya. Tidak seperti ikan-ikan pada umunya, ikan ini memiliki cara tersendiri untuk memancingnya. Saat memancingnya biasanya harus menunggu air di kali surut dan tidak terlalu kering. Dan memancingnya didekat-dekat batang yang telah tenggelam lama di dasar kali. Nikmat sekali saat digoreng, entah kapan saya menikmatinya lagi.

Desa yang masuk dalam wilayah Kabupaten Paser ini tidak seperti dulu lagi. Saya perkirakan jumlah penduduk dahulu waktu masih tinggal disana mungkin hanya sekitar 20% ke bawah dari jumlah saat ini. Penduduknya banyak yang pindah ke Balikpapan, Tanah Grogot dan daerah-daerah lainnya yang tidak saya ketahui. Serta banyak pula yang telah wafat, semoga Alloh merahmati mereka-mereka yang telah lebih dahulu “pergi”. Keadaan kebunnya pun sudah nampak seperti hutan, karena sudah banyak yang tidak dirawat. Dan rumah-rumah pun banyak yang telah hancur.


Kabupaten Paser, Kaltim
Daerah ini namanya "Sekunder 3", tempat dimana keluarga kami dahulu menanam padi. Tidak jauh dari rumah di Telake.
Bagi teman-teman yang minat kesana, perjalanan dapat ditempuh dengan tiga cara. Pertama dapat dilalui dengan full menggunakan jalur laut. Lewat laut kemudian masuk ke Muara Telake . Setelah itu terus menyisiri sungai ke arah hulu sekitar 1 jam Insya Alloh akan sampai. Kedua, menggunakan jalur darat dan air. Jika dari Penajam berhenti di jembatan Longkali, kemudian naik kapal ke hilir sungai, saya tidak tau berapa lama, insya alloh 2 jam sampai. Ketiga, menggunakan jalur full darat. Jika dari Penajam, jalan terus hingga melewati Babulu Darat dan beloklah di Gang Ali, telusuri terus jika ada tikungan bertanyalah pada orang-orang dijalan, dimana jalan yang menuju Telake, atau Sebakung, atau bisa juga daerah Petiku dan ini cara yang paling efektif menurut saya. Tapi pertanyaanya kawan-kawan mau ke Telake, buat apa juga ya. Hehe...

Sekian dulu posting kali ini semoga bermanfaat, Barokallahu fiykum.

Oleh : Darus Attalaki
Blog : darustelake.blogspot.com