Artikel di bawah ini adalah sebuah transkrip dari salah satu pertanyaan pada sesi tanya jawab di Majlis Ta’lim kitab Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi malam tadi (22 Mei 2013) dengan Ustadzuna Maududi ‘Abdullah, Lchafizhahullah yang mana telah sampai kepada Kitaabun Nikah.
Sebuah pertanyaan berbunyi :
Ustadz seperti apakah sistem Khilafah itu? Apa perbedaan(nya) dengan sistem demokrasi? Bagaimana menurut Ustadz (dengan) orang-orang yang ingin menegakkan sistem Khilafah? Yang mereka beranggapan itu adalah berasal dari agama Islam. Bagaimana sikap kita?
Jawaban :
Saya juga ingin khilafah itu berdiri, bukan hanya sebagian saudara kita, yang mungkin disebut orang-orang tertentu. Saya juga ingin, itu juga diinginkan oleh setiap orang-orang yang beriman, insya’ Allahu Ta’aala jika imannya benar. Seluruh orang yang imannya benar, ia ingin yang memimpin adalah pemimpin yang seperti diinginkan oleh agama Islam, dan yang mengatur hukum adalah hukum yang diturunkan Allah Tabaaroka wa Ta’aala, pasti keinginan setiap orang yang beriman.
Apakah berbeda dengan demokrasi? Oh, berbeda sekali, jauh, jauh berbeda sekali, ya. Karena Khilafah Islamiyah didirikan di atas kebenaran, dan demokrasi didirikan di atas suara terbanyak, walau tidak benar, yang penting suara banyak. Ini jauh sekali.
Suara mayoritas dianggap suara kebenaran, sementara dalam agama Islam tidak, suara kebenaran bukan suara mayoritas. Namun suara yang paling mendekati sunnah Rasulillah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang datang berargumentasi dengan argumentasi yang jelas, itulah suara kebenaran walau dia seorang diri mengalahkan seluruh suara yang jumlahnya lebih banyak.
Ketika Abu Bakar radhiyallaahu Ta’ala ‘anhu berazzam untuk memerangi murtaddin mayoritas seluruh sahabat tidak setuju, karena terlalu banyak orang murtad, terlalu banyak yang akan diperangi, sementara kekuatan sedikit. Namun Abu Bakar berkata : “Bahwa ini adalah haknya Islam, mereka meninggalkan agama Islam dan kemudian mereka akan diperangi sampai mereka kembali kepada agama Islam”, setelah mendengar pendapat Abu Bakar dan kebenaran argumentasi Abu Bakar, seluruh sahabat setuju. Yang disetujui suara kebenaran dan bukan suara mayoritas. Wallaahu Ta’aala a’lam.
Sekali lagi bahwa Khilafah Islamiyah diinginkan oleh setiap orang yang beriman dan jangan kira bahwa orang yang tidak membicarakan dalam arti kata tidak memuktamarkan tidak menseminarkan Khilafah Islamiyah bukan berarti mereka tidak mau adanya Khilafah Islamiyah.
Namun, ketahuilah! Ada yang berbeda antara mereka-mereka yang getol menyuarakan suara Khilafah Islamiyah itu dengan apa yang kita serukan. Sejauh yang kita tahu, dan kita mempelajarinya dari biografi Nabi kita tercinta shallallaahu ‘alaihi wa sallam, demikian juga biografi Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dengan ilmu yang kita pelajari yang kita ketahui, kita tidak menemukan aksi Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengejar Khilafah Islamiyah itu, itu kita tidak temukan.
Namun yang beliau lakukan adalah aksi membangun iman di tengah masyarakat, masyarakat Mekkah, walau yang ikut sedikit. Bahkan ditawarkan kepemimpinan kepada beliau ketika beliau berada di Mekkah, mau jadi orang nomor satu? jadi pemimpin tertinggi? Kami jadikan kamu pemimpin tertinggi? Mau menjadi orang terkaya? Kami kumpulkan harta-harta kami untuk kamu, atau kamu mau wanita? Kami kumpulkan wanita terbaik Mekkah untuk kamu nikahi. Artinya ditawarkan kepemimpinan, diterima Nabi atau ditolak? (jama’ah menjawab: “ditolak”)
Jadi artinya, saya ingin mengatakan bahwa seluruh sejauh yang kita ketahui dari sunnah Nabi kita, Nabi kita tidak melakukan aksi mengejar, namun yang dilakukan Rasul kita shallallaahu ‘alaihi wa sallam (adalah) mendidik, menasehati, menyampaikan. Demikian juga Rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi Musa ketika datang kepada Fir’aun, tidak punya aksi ingin menjatuhkan Fir’aun agar dia yang menjadi pemimpin, tidak ada. (Beliau menyebutkan) QS. An-Nazi’at: 18-19
Maukah engkau aku tunjukkan jalan menuju Rabbmu? Sehingga engkau takut kepada Rabbmu dan engkau menjadi orang yang suci?
Ingin mendidik Fir’aun, ingin menyuruhnya menjadi orang yang beriman, orang yang bertaqwa, orang yang mensucikan dirinya dengan taat kepada Allah dan patuh kepada Rasul Allah Tabaroka wa Ta’aala. Tidak untuk menggulingkan kekuasaan Fir’aun, agar dia yang memimpin kemudian beliau ‘alaihissalaam menerapkan syari’at Allah Tabaroka wa Ta’aala.
Coba diperhatikan, ini agak sedikit kurang diperhatikan oleh sebahagian saudara kita kaum muslimin dan muslimat, yang kita yakin punya semangat ingin ummat Islam memiliki Khilafah Islamiyah, sebagaimana kita juga ingin.
Akan tetapi yang berbeda antara kita dan mereka, sejauh yang kita tahu dari biografi dan siroh Rasul kita, beliau tidak melakukan aksi untuk mengejar. Namun yang beliau lakukan adalah mendidik, membangun masyarakat yang mau kembali kepada agama Allah, banyak atau sedikit yang penting beliau lakukan itu. Menasehati, memberikan pengarahan, mendidik, mengajak mereka kembali kepada agama Allah dan syari’at Allah, berapapun yang beliau dapat. Dan kuantitas bukan menjadi perhitungan beliau, yang penting mau (tunduk, #kurang jelas kata2nya...), kita kembali kepada agama Allah. Ada satu, ada dua, ada tiga, ada empat, sangat sedikit di kota Mekkah waktu itu.
Silahkan, silahkan buka lembaran hidup Nabi kita shallallaahu ‘alaihi wa sallam, temukan satu aksi beliau mengejar kepemimpinan. Dan tentunya kepemimpinan yang beliau kejar itu sebelum beliau sampai di kota Madinah, karena ketika itulah Rasulullah tidak menjadi pemimpin, menjadi rakyat biasa di bawah kepemimpinan orang Quraisy. Temukan selama 13 tahun di kota Mekkah itu Rasulullah mengejar dan membangun dalam arti kata lakukan aksi ingin menggulingkan, lakukan aksi ingin meruntuhkan, kemudian mereka yang menggantikan dengan tujuan agar tegaknya Khilafah Islamiyah itu, tiadak ada.
Demikian juga Nabi Ibrahim kepada Namrudz, tidak ada yang menginginkan atau melakukan aksi ingin menggulingkan pemimpin yang ada.
Jalan inilah yang kita bangun, yang kita lakukan. Kita ingin mendidik ummat, seberapa pun yang Allah mudahkan kita, untuk orang-orang mendengarnya dan kembali kepada agama Allah. Selagi kita berusaha untuk melakukan itu, dan Allah belum memberikan kepada kita Khilafah Islamiyah, kita tidak berdosa, asal kita tidak ridha dengan Khilafah yang memang menjauhkan hukum Allah, dan kita tidak setuju itu.
Dan kita tidak mendukung apapun yang menyelisihi Al-Quran dan Hadits, dan kita tidak ridha dengan seluruh aksi yang menyelisihi dan membelakangi Al-Quran dan Hadits. Sebagaimana Nabi tidak ridha dengan hukum yang ada di kota Mekkah, dan tidak mendukung, dan tidak ridha dengan hukum-hukum itu. Namun beliau tidak kuasa untuk menghilangkannya di kota Mekkah, namun apa yang tetap beliau lakukan adalah mendidik, mengajarkan, menasehati. Yang mampu kita lakukan, kita lakukan.
Nanti Khilafah Islamiyah akan Allah berikan kepada masyarakat yang memang Allah nilai sudah pantas untuk mendapatkan Khilafah Islamiyah. Maka ketika penduduk Madinah sudah mayoritas beriman, dan Nabi Allah Tabaaroka wa Ta’aala Allah pindahkan ke Madinah, baru kemudian Allah hadiahkan Khilafah Islamiyah. Karena memang masyarakat Madinah sudah siap untuk menjadi sebuah masyarakat yang dipimpin oleh sebuah Khilafah Islamiyah.
Katakanlah sekarang! Sebagian saudara kita yang memuktamarkan Khilafah Islamiyah, sampai kepada dia kepada pucuk pimpinan negeri kita, bisa dia menerapkan Khilafah Islamiyah? Nggak bisa...
Karena masyarakat Indonesia belum, belum berhak untuk mendapat Khilafah Islamiyah, belum berhak mendapat Khilafah dari Allah Tabaaroka wa Ta’aala, percayalah... Sehebat apapun mereka mengejar sampai kepada kursi kepemimpinan untuk menerapkan syari’at Islam, mereka tidak akan berhasil, karena memang masyarakatnya menolak, maka yang harus dibenahi masyarakat, dan yang pemimpin dinasehati, sejauh apa kita bisa menasehatinya, maka suara rakyat kita sampaikan, apapun yang bisa sampai kepada mereka. Ada yang bisa langsung, langsung... Ada yang melalui surat, melalui surat.
Dan salah satu orientasi kita, tujuan kita untuk menegakkan Radio adalah agar sampai dakwah kepada mereka, satu demi satu mereka keluar daripada aksi yang tidak disukai oleh Allah Tabaaroka wa Ta’aala...
Sumber : Catatan dari Abu Habibah Ahmad Al-Jakarti